Klepon – Croissant Roti AST

Oleh: *Endin AJ.Soefihara

Persis di depan Hotel Indonesia, di tengah lintasan jalan melingkar bundaran air mancur, seorang pedagang roti keliling terkapar berlumuran darah, tak jelas mobil mana dan siapa yang menabraknya saat keramaian di jalan pagi hari itu.

 Kini sejumlah orang tengah menolong korban, membereskan gerobaknya dan memungut sejumlah roti yang berserakan memenuhi lintasan.

Pedagang roti keliling seperti ini sebenarnya di Jakarta mulai langka, berbeda dengan era tahun 70 an, tiap pagi sejumlah gerobak roti keliling melesat menelusuri lorong – lorong kampung, perumahan atau mangkal di area gedung perkantoran. Para pedagang roti keliling ini nampak sudah pandai membagi diri sesuai dengan kualitas harga satuan roti yang dijajakannya ke daerah mana mereka harus berkeliling. Harga menentukan daerah atau daerah menentukan harga, demikian adagium dagangnya.

Entah kapan orang Jakarta mulai mengenal roti, bila dilihat dari bungkus roti yang berceceran  di situ tertera Adonan Sari Terigu (AST)  Pejompongan 1938.

Orang Mesir, dalam sejarah peradaban  kunonya, mengenal makanan sejenis roti sejak zaman Narmer sampai Khasekhemmy sekitar 5000 tahunan sebelum masehi. Mereka mengolah menu makanan berbahan dasar utama dari gandum, karena hidupnya nomaden menelusuri Sungai Nil mengalir, dibuatlah dalam bentuk adonan, kemudian dijemur sampai kering sehingga menjadi bekal konsumsi dalam perjalanan.

 Konon itulah cikal bakal roti, contoh roti zaman old ini  bisa dilihat di pasar Khan El Khalili dekat masjid Imam Husein RA bersebelahan dengan  Masjid Universitas Al-Azhar di kota tua Kairo Mesir. Bila tandang  ke sini jangan lupa singgah ke kedai novelis Arab Naguib Machfouz, peraih hadiah Nobel 1988, untuk minum secangkir teh bercampur daun mint, menyantap Roghif lesy ( roti kehidupan)   dan  sesekali menyedot sisha bermacam rasa pilihan.

Berbeda dengan sejarah roti Prancis – Franch Croissant, baru muncul setelah pasukan raja Frankish mengalahkan tentara muslim Turki Usmani, untuk merayakan kemenangan ini sekitar tahun 1683 orang Wina Austria membuat roti berbentuk bulan sabit sebagai perlambang muslim – Islamic Crescent - , dengan menyantap Croissant seakan-akan tengah melumat tentara Turki yang muslim. Ada yang bilang asal usul nama France ( Perancis) dan Frankfurt diambil dari Frankish si raja galak  itu. Kisah jajanan klepon yang dianggap punya unsur ideologis mungkin mau niru cerita ini.

Nasib penjaja roti keliling tambah hari semakin suram seiring dengan masuknya berbagai jenis roti pabrikan, beredarnya beragam bakery internasioal, meluasnya usaha pinjam merk – Franchise -, merebaknya pasar kecil – Mart – di berbagai pelosok kampung.

Desakan kaum kapitalis dan liberalisasi ekonomi yang tidak diproteksi oleh negara ini berimbas pada tutupnya berbagai industri roti rumahan. Akibatya sudah jarang sekali terdengar terompet pagi dan teriakan nyaring roti-roti –roti berkeliling di kampung besar bernama Jakarta ini.

Polisi dan beberapa relawan berhasil mengangkat korban ke trotoar jalan persis di bawah papan reklame besar yag berisi tulisan ”Membangun untuk kesejahteraan bangsa. Hidupkan ekonomi rakyat”.

Sudah hampir sepuluh tahun,  penjaja roti  sebut saja namanya BangThoyib asal Gang Mekar Petamburan berkeliling Menteng, Sarinah dan Kebon Kacang menjajakan beragam macam roti olahan yang diambilnya dari industri roti rumahan di bilangan Pejompongan.

Seorang Polisi menghampiri Bang Thoyib sambil memegang tangannya yang masih berlumuran darah, kemudian polisi mengajaknya  bicara, “ kamu akan kami bawa ke rumah sakit ya”. Terdengar sayup-sayup, dia menjawab, “Tidak usah pak polisi, saya mau ke Menteng saja”.

Di tengah bisingnya suara kendaraan,   Polisi melanjutkan ucapannya… “Begini…bagaimana kondisi   kamu, apa yang kamu rasa ?” sambil matanya agak merem dan  meringis menahan rasa sakit Bang Thoyib bergumam,  “Pak, yang saya bawa ada rasa srikaya, coklat, strawberry,  nanas, kacang dan keju, bapak mau yang rasa apaan. 

*Penulis, Ketua Umum IKA-Alumni UNJ 2004 – 2010.

News letter