Dr. Komarudin Sahid : Tunjangan Sertifikasi Guru itu Harusnya bukan Sekedar Cuma-cuma.

Banyak guru berpredikat profesional bermutu rendah, dan masih adanya guru honorer menerima honor di bawah upah minimum regional (UMR) merupakan isu kontemporer seputar profesi guru. 

Abdullah Taruna

Berkaitan dengan tunjangan sertifikasi guru profesional, Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Dr. Komarudin Sahid, M.Si., menyatakan bahwa, tunjangan sertifikasi guru tidak efektif.

“Hasil evaluasi menunjukkan tunjangan sertifikasi tidak efektif, tidak memberikan efek yang positif bagi peningkatan kompetensi guru. Hanya guru-guru tertentu yang produktif,” ungkap Komarudin dalam diskusi pendidikan beberapa waktu lalu.

Menurut Komarudin hal itu disebabkan karena ketiadaan tagihan kompetensi profesional guru untuk meningkatkan kualitasnya dalam mendidik, dan banyak guru yang kurang mengembangkan diri, karena terlalu gampang puas. 

“Tunjangan sertifikasi guru itu harusnya ada imbalannya untuk alokasi-alokasi pembiayaan untuk pengembangan profesi dan kompetensi guru itu sendiri, bukan sekedar cuma-Cuma. Sekarang ini sepertinya cuma-cuma, tidak  ada tagihan untuk peningkatan kompetensi guru,” ujar Komarudin.

Bahkan kecenderungannya, lanjut Komarudin,  guru yang dapat tunjangan sertifikasi itu justru menurun, karena cenderung memberikan porsi yang lebih kepada yang muda-muda.

Rektor Universitas Negeri Jakarta, Dr. Komarudin Sahid, M.Si.

“Dianya (guru bersertifikat: Red.) sendiri tidak banyak berkembang, tapi dia menikmati itu. Termasuk yang di DKI, diberikan TKD, apa tagihannya dari TKD? Harusnya diberikan tagihan untuk pengembangan karya-karya sebagai guru yang profesional,” ungkap Komarudin Sahid.

Berdasarkan pandangannya itu, Komarudin menyatakan, meski guru memiliki sertifikat sebagai pendidik profesional, namun kenyataannya belum tentu mereka benar-benar memiliki kompetensi sesuai sertifikat profesi yang disandangnya.

Pendek kata, betapapun sudah menyandang predikat guru profesional, guru maupun dosen masih bisa dipertanyakan kompetensinya. “Sehingga dengan demikian, kebijakan pembiayaan itu perlu diorientasikan kepada peningkatan produktivitas SDM, baik itu dosen maupun guru, sehingga harus diiringi tagihan-tagihan dan evaluasi secara berkala,” kata Rektor UNJ, Komarudin Sahid.

Senada dengan Komarudin Sahid, penilaian serupa juga dikemukakan oleh Ketua Senat UNJ, Prof.Dr. Hafid Abbas.  Menurut Hafid Abbas, hasil tes menunjukkan, yang mengantongi sertifikat profesi dengan yang belum tidak banyak berbeda.

“Pemberian tunjangan guru dan dosen sebesar Rp 110 triliun dirasa percuma karena tak mampu meningkatkan kompetensi,” ungkap Hafid Abbas.  

Fakta tersebut kian memperparah gagalnya alokasi anggaran pendididkan 20 persen dari total APBN untuk mengerek kualitas guru.   

News letter