Prof. Dr. Anna Suhaenah Suparno: Sekali Lagi Jas Merah, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah. Karena LPTK Sudah Menghasilkan Banyak Hal.

Abdullah
Taruna
Draft kebijakan “merdeka belajar” telah diserahkan Kemendikbud kepada
Komisi X DPR RI pada awal Mei 2020. Isinya rencana kebijakan penyiapan generasi
guru baru berkompetensi itu, sama sekali tidak menyebut LPTK. Padahal
universitas-universitas eks Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan merupakan rumah
para calon guru yang sedang belajar menjadi pendidik. Pertanyaannya kemudian
apakah LPTK yang bertugas mendidik para calon guru harus berdiam, meski guru lulusan
kampus-kampus LPTK negeri maupun swasta nantinya menjadi sandaran utama kebijakan
“merdeka belajar”?
Barkaitan
dengan hal itu, Rektor IKIP Jakarta
Periode 1992-1997 Prof. Dr. Anna Suhaenah Suparno mengutip pesan Bapak Pendiri
Bangsa Bung Karno, mengatakan agar sekali-kali tidak melupakan sejarah. “Sekali
lagi Jas Merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Karena kita (Berdirinya
10 IKIP Negeri: Red.) sudah menghasilkan banyak hal. Dari tahun 1969 melalui
pengumpulan data di seluruh Indonesia yang disebut PPNP_Proyek Penilaian
Nasional Pendidikan, tahun 1969 menjadi tema Pembangunan Lima Tahun (Pelita),
dan menghasilkan tema-tema pembangunan yaitu pemerataan, relevansi, kualitas
dan efisiensi, itu masih relevan,” kata Prof Anna Suhenah yang bergabung dalam
diskusi online Forum Diskusi Pedagogik (FDP) IKA UNJ, Rabu, 13 Mei 2020.
Historisitas IKIP Negeri yang diwanti-wanti oleh Anna Suhaenah memang sudah melalui rentang waktu yang panjang. Outputnya baik lulusan maupun bangunan sistemnya pun sudah banyak dan dirasakan manfaatnya oleh rakyat Indonesia. Bermula dari Pemerintah mendirikan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) menjadi fakultas-fakultas di 10 Universitas Negeri pada 1954 hingga 1959 memiliki rekam sejarah yang jelas. Lalu pada 6 Mei 1964 melalui Keputusan Presiden RI No. 1 Tahun 1963 FKIP Universitas Indonesia ditingkatkan statusnya menjadi IKIP Jakarta, begitu pula 8 FKIP universitas negeri lainnya, termasuk Fakultas Pedagogik (Fakultas Sastra, Pedagogik & Filsafat) Universitas Gajah Mada yang kemudian berubah menjadi IKIP Negeri Yogyakarta pada 1964. Lalu pada 1999 oleh Presiden Ing. BJ. Habibie semuanya dikonversi menjadi universitas.
Untuk
itu, lanjut Anna Suhaenah, Persatuan
LPTK – LPTK Negeri maupun Swasta ini harus memberikan feeding _suplai
informasi yang lengkap kepada Komisi X DPR RI yang membidangi persoalan
pendidikan nasional, olahraga dan sejarah.
“Kita
harus memberikan feeding (suplai data informasi: Red.) kepada DPR RI,
bahwa secara kelembagaan pun kita sudah
melakukan berbagai reformasi sampai pada bentuk-bentuk kelembagaan. Bentuk itu
adalah wadah dari suatu konten kurikulum
yang memperkuat LPTK,” ungkap Anna Suhaenah.
Salah
satu dari banyak hal yang telah dihasilkan dalam perjalanan LPTK sejak dari
Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) dan kemudian IKIP Negeri, adalah ketika
berkonversi menjadi universitas. “Yang sangat fenomenal itu kan kita
bermertamorfosa dari IKIP menjadi Universitas dengan nawaitu
(niat/tujuan: Red.) yang jangan sampai lupa nawaitunya, yaitu memperkuat
bidang pendidikan. Wabil khusus bagaimana menghasilkan guru yang memiliki
kompetensi,” kata Anna Suhaenah.
Setelah
dua dasawarsa lebih, lanjut Anna, apakah proses saling menyuburkan antara
program studi non pendidikan dengan pendidikan itu terjadi? “Ini sebenarnya evaluasinya
ke dalam, karena nawaitunya mendirikan Universitas Pendidikan yang di
Bandung dan universitas negeri (UN), UN – UN yang lain itu sebetulnya untuk
memperkuat LPTK. Nawaitu zaman Pak Habibie sebenarnya itu,” kata Anna
Suhaenah mengingatkan para peserta diskusi online bertema “Strategi LPTK Dalam
Menyukseskan Merdeka Belajar”.
Secara
tersirat Anna Suhaenah mengaitkan keakraban, kerja sama dan kolaborasi antara
prodi non pendidikan dengan pendidikan merupakan syarat agar niatan mencapai
tujuan konversi IKIP menjadi universitas bisa dicapai.
Kolaborasi
merupakan orientasi transformasi IKIP menjadi universitas yang mempertahankan
ke-LPTK-an. Melalui kerja sama antara prodi non pendidikan dengan prodi
pendidikan diharapkan saling menyuburkan dan lulusan LPTK pun menjadi guru yang
memiliki kompetensi tinggi. Untuk mencapai output tersebut, LPTK tidak
hanya mengandalkan kerjasama antar prodi pendidikan dengan pendidikan di dalam
kampus, namun bila perlu dengan perguruan tinggi lainnya.
“Berikutnya
tentang kolaborasi, tadi Pak Totok (Dr. Totok Bintoro, M.Pd., Wakil Rektor IV
UNJ) menyampaikan, bahwa (tidak semua
pekerjaan-pekerjaan untuk lulusan LPTK itu bisa digodok oleh institusi yang ada
di LPTK sendiri. Ini contoh pertanian dan perikanan kita (UNJ: Red.) mempunyai
kolaborasi dengan Universitas Lampung. Kolaborasi untuk otomotif dengan
BLK-BLK, karena dengan Kementerian Tenaga Kerja kita punya perjanjian kerjasama,”
kata Anna Suhaenah.
Berkaitan konversi 10 IKIP Negeri menjadi Universitas yang bertujuan saling menyuburkan sehingga menguatkan lembaga yang mendidik para calon guru, Anna Suhaena melalu whatssApp mengirimkan pertanyaan. “Akrabkah prodi Non (non pendidikan: Red.) dengan prodi Dik (pendidikan: Red.). Nawaitunya dulu untuk strengthening the subjects, seperti Matematika, Bahasa, Fisika, Biologi, dll., “ tulis Prof Anna Suhaenah dalam pesan whatssApp.