Prof. Dr. Conny R. Semiawan: Saya Tetap Akan Berbicara Sebelum Game
Betapapun sedang menjalani rawat jalan, hal itu tidak membuat Ibu Conny R. Semiawan kehilangan semangatnya untuk berbagi pengetahuan. Upaya Forum Diskusi Pedagogik IKA UNJ untuk menyemaikan pedagogik di UNJ pun disambut baik. Sudah dua kali Prof. Dr. Conny R. Semiawan menjadi pembicara bulanan Reboan Pendidikan FDP IKA UNJ. Tulisan ini sengaja dibuat panjang agar pemikiran Prof. Dr. Conny R. Semiawan bisa difahami secara utuh.
Abdullah Taruna,
“Terima kasih. Nggak usah menoleh ke belakang. Asalkan terdengar saja, “ seru Prof. Dr. Conny R. Semiawan kepada para peserta Forum Diskusi Pedagogik (FDP) IKA UNJ yang memenuhi ruang Rapat Besar Gedung Bung Hatta, lantai 5, Rabu, 16 Oktober 2019.
Usai memaparkan pemikirannya tentang tema “Revitalisasi Pedagogik untuk Menjadikan UNJ LPTK Terdepan” di FDP IKA UNJ yang dibuka langsung Rektor UNJ Dr. Komarudin, M.Si, dan dipandu oleh Ketua Umum IKA UNJ, Juri Ardiantoro, Ph.D., Ibu Conny kemudian minta diantar ke kamar kecil. Namun begitu kembali ke ruangan, Prof. Conny tidak bersedia kembali ke panggung diskusi. Sebelum meninggalkan ruang diskusi, Ibu Conny berpamitan. Moderatorpun meminta hadirin menoleh ke belakang di mana Pakar Pendidikan Nasional itu duduk di atas kursi roda didampingi Dosen Prodi Pendidikan Sejarah, Dra. Budiarti, M.Pd., dan Cak Joko, alumni Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Jakarta.
“Saya hari ini, dan besok harus berobat ke rumah sakit. Saya pamit, maaf saya tidak bisa sampai selesai. Tapi dua pakar didepan hebat dan dapat menjawab pertanyaan saudara semua. Satu hal yang saya sarankan. Forum ini harus diteruskan dengan Focus Grup Discussion (FGD). Itu saran saya. Focus Grup Discussion akan lebih terarah kepada apa yang ingin kita capai tanpa melupakan situasi sebagaimana adanya sekarang. Kepada pak Jimmy dan bu Tjut, saya percayakan kepada mereka berdua yang fasih dan bisa menjawab. Mohon maaf, saya pamit,” ungkap Ibu Conny seraya direspon para hadirin dengan berdiri.
Rektor IKIP Jakarta periode 1984 s.d. 1994 Prof. Dr. Conny R. Semiawan memang sedang menjalani pengobatan rutin usai tiga kali terjatuh. Betapapun dalam status rawat jalan, beliau selalu menunjukkan sikap antusiasnya bila Forum Diskusi Pedagogik (FDP) meminta beliau menjadi narasumber. Sebelumnya pada Rabu, 26 Juni, Prof Conny juga menjadi narasumber diskusi Reboan Pendidikan FDP IKA UNJ.
Prof Conny memaparkan pemikirannya seusai Koordinator Tim Ahli Pedagogik IKA UNJ Jimmy Philip Paat, D.E.A., dan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Dr. Tjut Rifameutia, M.A., memaparkan pendapat mereka.
Ada empat road map_peta jalan yang dijelaskan Prof Conny untuk memetakan upaya Revitalisasi Pedagogik dalam rangka Menjadikan UNJ LPTK Terdepan. “Pertama itu bicara tentang What Is_bagaimana situasinya hari ini. Sedikit banyak sudah disinggung oleh pak Jimmy. Tapi saya juga menggambarkan What Should_ apa yang kita harapkan akan terjadi. Tentu tidak semua yang kita harapkan bisa terjadi. What should itu menggambarkan cita-cita saya. Dan tentu tidak seluruhnya yang kita inginkan akan berhasil. Jadi yang ketiga ada sesuatu road map yang menggambarkan what could apa yang bisa kita dapat,” terang Conny R. Semiawan.
Peta keempat adalah pertanyaan tentang What Was yang memandu para peserta untuk mengenali asal usul mazhab pedagogik yang dipraktikkan oleh Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG)_LPTK Pertama di Indonesia pada 1954.
“What Was itu masa lalu. LPTK pertama-tama dengar pedagogik itu dari orang Belanda. Orang Belanda bicara tentang Langeveld, orang Belanda bicara tentang Kohnstam, Petten dan sebagainya, dan sangat terarah tentang apa yang harus kita ketahui. Jadi sangat menekankan proses pedagogik. Apa yang dikatakan ilmu pendidikan itu beda dari pendidikan. Yang disebut ilmu pendidikan itu sesuatu yang dilandasi oleh penelitian-penelitian yang sahih tentang pendidikan,” jelas Conny R. Semiawan dengan artikulasi yang sangat jelas.
Berbeda dengan pelaksanaan pendidikan di sekolah-sekolah, di universitas – universitas, dan di universitas negeri eks IKIP Negeri, maupun swasta, tambah Conny, itu merupakan praksis pendidikan dalam arti biasa. Prof Conny menyebut praksis pendidikan tersebut dengan istilah “pedagogi”.
“Pedagogik harus pakai K untuk disebut ilmu pendidikan (pedagogik: Red.). Ini yang menjadi persoalan kita sebab di USA kita hanya mengenal education. Education can be ilmu, can be tidak ilmu. Dan itu yang menjadi persoalan. Karena saya tidak belajar di USA, kecuali sebulan, dua bulan di situ, saya belajar di sini, saya produk dalam negeri,” ungkap Ibu Conny yang spontan membuat para hadirin tertawa.
Menurut Prof Conny, produk dalam negeri itu Belanda dan Jerman. “Karena saya belajar dari orang Jerman, dalam pendidikan sistem banyak orang Jerman ikut terlibat. Ilmu pendidikan ataupun pedagogik ala Belanda Jerman itu yang kontinental. Sekarang banyak bicara tentang Dewantara. Tapi kita itu berada di mana, itu yang menjadi persoalan kita. Apakah What was, lalu yang disebut Langeveld, Kohnstam itu benar-benar menggambarkan apa yang kita kehendaki untuk kita konseptualisasikan menjadi pedagogik ? ungkap Prof Conny dengan nada bertanya.
Prof Conny R. Semiawan kemudian mengatakan akan menjelaskan konsep orang Jerman, yang dinilainya memiliki perbedaan secara orientasi dibanding Belanda.
“Agak beda banget, untuk nanti kita memilih what could_ apa yang bisa kita lakukan untuk menjadikan revitalisasi ilmu pendidikan. Jadi yang kontinental itu seperti sebagaimana digambarkan oleh pak Jimmy dengan baik sekali, masih belum ajeg (berkesinambungan: Red.). Saya jangan diharapkan untuk memberikan solusi kepada anda. Kita berdiskusi, saya akan mengajak anda, untuk melihat masalahnya, dan kita bersama-sama menentukan masalahnya, cara memperbaiki dan menghadapinya seperti apa, itu saran saja dari seseorang yang sudah, maaf saya katakan, sudah mau sekarat. Kalau kata pak Tilaar, sudah mau game itu Bu Conny. Ya sudahlah apa boleh buat. Tapi saya tetap akan berbicara sebelum game,” ungkap ibu Conny dengan nada semangat, hingga mengundang tertawa kecil para hadirin. (bersambung).