Prof. Dr. Nana Supriatna: Pendekatan PBM Sejarah Tidak Lagi Progres Melainkan Bisa Regres.
Guru Sejarah tidak hanya dituntut sadar teknologi
informasi tetapi juga harus mampu menjalankan PBM yang merdeka.
Abdullah Taruna
Revolusi Industri berbasis teknologi informasi generasi
4.0., telah menghadapkan para guru dengan era disrupsi, era di mana masa depan
dihadirkan pada masa kini. Zaman serba mutakhir itu tentu menuntut adaptasi
para guru sesuai tantangan zamannya. Para pendidik tidak boleh ketinggalan
informasi tentang perkembangan konteks bidang keilmuannya, dan cara berpikir
para muridnya yang dibentuk oleh kecanggihan teknologi informasi.
Selasa 18 Februari 2020, Prodi Pendidikan Sejarah Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang (UNP) menyelenggarakan Kuliah Umum
bertema “Profil Guru Sejarah Kekinian”. Guru Besar Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) Prof. Dr. Nana Supriatna, M.Ed., hadir sebagai dosen pemateri
kuliah umum.
Membahas profil guru sejarah ideal pada masa kini tersebut,
Nana Supriatna menyebutkan, profil ideal kekinian itu tidak bisa dilepaskan
dari kemampuan guru sejarah dalam mensiasati kurikulum, mampu berpikir di luar
kotak, dan mampu menggunakan teknologi informasi.
“Profil Guru Sejarah Kekinian itu: guru merdeka mengajar,
memilih materi dan menggunakan teknolgi informasi. Pendekatan PBM secara
personal dengan tujuan tidak hanya membekali ranah pengetahuan tetapi juga
kretivitas,” kata Nana Supriatna kepada Abdullah Taruna via pesan WhatsApp.
Profil guru dengan profil tersebut, lanjut Nana Supriyatna,
menyaratkan perubahan mind set oleh guru dari sebagai penyampai materi menjadi
fasilitator dan bahkan mitra belajar siswa.
“PBM didekatkan dengan dunia nyata siswa sehingga lebih
kontekstual dan bermakna untuk kehidupan kekinian mereka, ” kata Nana
menjelaskan.
Pendekatan PBM yang sifatnya teknis, kata Nana Supritatna,
diubah menjadi personal dan disesuaikan dengan karakteristik siswa.
Dengan mendekatkan metode Proses Belajar Mengajar Sejarah
dengan konteks kehidupan nyata peserta didik, lanjut Nana Supriatna, maka dalam
PBM Sejarah yang selama ini berisi kisah tentang masa lalu dapat dihubungkan
dengan persoalan kontemporer.
“Apakah pendekatan tersebut berarti guru sejarah tidak hanya
belajar masa lampau tapi juga harus update persoalan-persoakan
kontekstual Prof,” tanya penulis kepada Prof Nana Supriatna.
Prof Nana menjawab, bahwa persisnya seperti itu. “Pendekatan
Proses Belajar Mengajar Sejarah tidak lagi progres yang diawali dalam garis
lurus berisi urutan kronologis peristiwa melainkan bisa regres (mundur). Materi paling akhir menjadi titik awal untuk
melihat masa lalu. Istilahnya mundur ke belakang. Peristiwa KDRT (Kekerasan
Dalam Rumah Tangga: Re.) yang mungkin diketahui dan bahkan dialami siswa masa
kini bisa diangkat untuk memulai pelajaran tentang emansipasi wanita-nya RA
Kartini. Akhirnya pelajaran bisa maju-mundur menjadi bahan diskusi sekaligus
belajar dari masa lalu untuk mengatasi persoalan kontemporer, “KDRT” sebagai
contoh,” papar dosen Prodi Sejarah UPI peraih gelar master of education dari
Deakin University, Melbourne, Australia pada 1997.